Selasa, 16 Mei 2017

Review Bab 4 dan Bab 5 Buku “Arungi Samudra Bersama Sang Naga”



BAGIAN KEEMPAT : POROS MARITIM DUNIA (PMD)
Poros Maritim Dunia (PMD) baru secara resmi dicanangkan oleh Presiden Jokowi dalam bentuk pidato kenegaraan di Naypyidaw Myanmar pada tanggal 13 November 2014 di forum East Asian Summit ke-9. Namun belum ada regulasi dalam wujud peraturan presiden maupun perundang-undangan yang menjelaskan secara operasional konsep Poros Maritim Dunia. Mengapa Indonesia perlu menerapkan poros maritim dunia ? alasannya karena negara Indonesia ini merupakan negara kepulauan jadi sudah selayaknya Indonesia perlu menerapkan poros maritim dunia. Banyak sekali potensi maritim Indonesia yang bisa dikembangkan kedepannya. Misalnya kekayaan alam, potensi wisata, potensi jalur strategis dan lain lain nya. Poros maritim dunia ini bisa dikatakan visi strategis dan juga grand strategi. Kalo visi strategis dilihat dari aspek geopolitik nya sedangkan grand strategi dilihat dari aspek geostrategisnya. Menurut Geoffrey Till, national policy dibagi menjadi tiga yaitu kebijakan luar negeri, ekonomi dan pertahanan. Sementara national interest dibagi menjadi tujuh yaitu ekonomi, politik, militer, hukum, intelegen, informal, dan keuangan. Perbedaan ekonomi dan keuangan yaitu apabila ekonomi tidak dapat terpengaruh karena politik sedangkan keuangan dapat terpengaruh karena politik. Sejak dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014, Presiden Jokowi sering menggunakan istilah Poros Maritim Dunia (PMD) dalam menggambarkan visi pembangunan pemerintahannya. Namun konsep Poros Maritim Dunia ini masih belum dijelaskan secara konkret. Presiden Jokowi sudah berupaya lebih dalam mengelaborasi konsep ini ke dalam lima pilar. Hal ini disebabkan oleh kesadaran bahwa masih banyak potensi maritim Indonesia yang belum digali optimal dikarenakan berbagai alasan, baik dari besarnya biaya yang diperlukan untuk melakukan optimalisasi ekonomi maritim, belum adanya teknologi yang mumpuni, hingga masih buruknya keamanan laut di Indonesia.
Beberapa bulan terakhir ini, pemerintahan Presiden Jokowi melakukan tindakan shock therapy dengan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan yang tertangkap. Namun, tindakan ini tidak akan memiliki dampak positif yang berkesinambungan jika pemerintah tidak memiliki perencanaan jangka panjang. Perlu dikaji mengenai strategi pengamanan laut Indonesia untuk jangka panjang. Indonesia tidak bisa lagi hanya melihat wilayahnya sebagai garis batas pengawasan laut, namun perlu juga mempertimbangkan perairan di sekitar Indonesia. Sengketa yang terjadi di perariran tersebut berpotensi menjadi gangguan keamanan dan kedaulatan yang membahayakan kepentingan Indonesia di kawasan ASEAN. Contohnya, sengketa di Laut China Selatan, yang muncul akibat klaim China atas sebagian besar perariran itu. Geolokasi  Indonesia yang strategis seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menguasai posisi strategis dalam bidang kelautan dunia dengan memanfaatkan hubungan diplomatic dengan kekuatan besar di kawasan seperti Amerika Serikat dan China. Dalam konteks merangkul dua kekuatan yang saling bersaing, Kuik menawarkan konsep baru yang dinamakan hedging. Hedging merupakan strategi yang menggabungkan antara balancing dan bandwagoning dalam menghadapi ancaman. Inti dari hedging adalah dipeliharanya suatu kesempatan bagi suatu negara untuk memihak ke kekuatan mana saja manakala negara tersebut berada dalam posisi terdesak. Menurut paradigma realis, untuk mempertahankan kepentingan nasional, maka suatu negara harus memiliki struktur kekuatan relatif yang lebih besar daripada negara-negara lainnya. Struktur kekuatan tersebut memiliki tiga dimensi, yaitu kekuatan militer, kekuatan ekonomi, dan kekuatan diplomasi. Sebagai visi geopolitik, Poros Maritim Dunia bukanlah tujuan akhir atau kepentingan nasional, melainkan merupakan tujuan antara untuk mencapai kepentingan nasional melalui penyusunan dan penggunaan instrument yang tepat. Berikut ini elaborasi kelima pilar Poros Maritim Dunia versi tim penulis :
1. Budaya Maritim
Jika rakyat Indonesia ingin mendapat porsi lebih dari manfaat perekonomian berbasis maritim di Indonesia, maka budaya dan sikap mentalnya terhadap maritim harus berubah. Maritim merupakan bagian integral dari identitas dan potensi kemakmuran masyarakat Indonesia. Karakter maritim yang berciri dinamis, egaliter, dan pantang menyerah perlu terus ditumbuh kembangkan. Pemerintah pun perlu menyediakan pendidikan berwawasan maritim dengan mencetak sumber daya manusia yang terampil dalam mendukung aktivitas maritim, seperti: pelayaran, pelabuhan, penanganan peti kemas, asuransi pelayaran, peramalan cuaca, dan sebagainya. Apabila ini terus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan, bukan tidak mungkin bangsa Indonesia akan kembali menemukan jati dirinya dalam dua-tiga generasi ke depan sebagai bangsa maritim. Perubahan sikap mental ini harus diprogramkan melalui pendidikan formal dan informal. Aspek budaya lain yang turut mendukung visi Poros Maritim Dunia adalah perubahan orientasi pembangunan dari Jawa-sentris menuju keluar-Jawa. Perlu dibangun budaya baru yang memiliki kecenderungan memindahkan segala kegiatan sosial-budaya yang memungkinkan untuk keluar-Jawa.
2. Ekonomi Maritim
Untuk menjadi Poros Maritim Dunia, prasarana ekonomi maritim harus dibangun secara optimal. Infrastruktur seperti sarana-prasarana pelabuhan, kapal angkut/penumpang, alat navigasi pelayaran juga harus dibangun. Ada banyak sekali pulau atau pelabuhan tradisional di Indonesia—seperti Pulau Sabang, Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Natuna, Kota Merak, Kota Cilacap, Kota Bitung, Kota Palu, Kota Kupang, Pulau Morotai dan Kota Sorong yang sebenarnya sangat cocok dikembangkan menjadi deep sea port atau global transhipment port seperti Singapura. Abad ke-21 yang diwarnai dengan bergesernya pusat ekonomi dunia, dari Eropa menuju Indo-Pasifik, memaksa sejumlah negara di Indo-Pasifik beradaptasi dengan lingkungan baru. Motif dibalik fokus politik internasional di kawasan Indo-Pasifik tidak lepas dari motif ekonomi, yaitu: freedom of navigation, akses kepada sumber daya alam, dan akses kepada pasar. Dalam pilar ke-2, tujuan utamanya adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya beraspek maritime (seperti perikanan dan tambang) bagi kepentingan nasional. Hasil eksploitasi ekonomi maritim tersebut pada akhirnya akan dibawa ke pelabuhan. Sehingga pelabuhan memiliki nilai strategis dalam mengakumulasi sumber daya maritim. Tentu saja pelabuhan tersebut harus memiliki fasilitas yang sesuai untuk menangani sumber daya maritim yang diarahkan ke sana.
3. Konektivitas Maritim
Jika melihat rencana pembangunan lima deep sea port di Kuala Tanjung, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Sorong, ada beberapa wilayah di Indonesia yang belum terjangkau dengan rute pelayaran pendukung, seperti di wilayah Pontianak dan sekitarnya, Bengkulu, Sumatra Barat, bagian barat Sumatra Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Gorontalo. Dalam kondisi diatas manakala dukungan pemerintah pusat memilki keterbatasan, maka peran paradiplomasi pemerintah daerah diperlukan untuk mempromosikan pembangunan infrastruktur transportasi maritim di daerahnya. Pemerintah daerah dengan otoritas yang diberikan pemerintah pusat, dapat mengatur terwujudnya investasi asing ke daerahnya. Hal ini pun sejalan dengan kebijakan sejumlah negara maju yang memiliki program bantuan luar negeri kepada negara-negara berkembang. Tujuan dilakukannya diplomasi di dunia internasional adalah untuk memenuhi ataupun memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia.
4. Diplomasi Maritim
Dalam diplomasi maritim, ada empat hal yang perlu dijadikan panduan, yaitu (1) perlunya selalu mempertajam dan memprioritaskan kepentingan nasional Indonesia; (2) menentukan strata kepentingan; (3) perlunya memperjuangkan kepentingan ASEAN, di mana Indonesia menganggap dirinya sebagai pemimpin alamiah ASEAN; (4) perlunya mengupayakan solusi menang-menang dari masalah sengketa antarnegara anggota ASEAN dan pihak lain diluar ASEAN, seperti dengan kekuatan besar (Amerika Serikat, China, India, dan Jepang).


5. Keamanan Maritim
Secara definisi, menurut Shicun, W. dan Keyuan, Z. keamanan maritime adalah hal yang menyangkut keamanan navigasi (di laut), penanggulangan kejahatan transnasional meliputi bajak laut dan terorisme maritim, serta pencegahan dan resolusi konflik (maritim). Dalam konteks hubungan internasional, keamanan selalu dikaitkan dengan kerawanan suatu negara yang dijadikan pihak eksternal sebagai kesempatan untuk membuat masalah atas negara tersebut. Wilayah perairan Indonesia yang sangat luas akan sulit untuk diamankan sepenuhnya. Sehingga perlu adanya prioritas. Daerah-daerah menjadi prioritas tentunya adalah sejumlah daerah yang memenuhi salah satu atau lebih unsur berikut ini: (1) memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi, baik dari sumber daya alam maupun pariwisata; (2) memiliki lokasi yang strategis di dalam rute pelayaran dunia dan regional; dan (3) memiliki potensi sengketa/konflik perbatasan dengan negara tetangga.
BAGIAN KELIMA : SINERGI POROS MARITIM DUNIA DAN JALUR SUTRA MARITIM ABAD KE-21
            Perlu ditekankan bahwa konsep Jalur Sutra Maritim China sudah tentu tidak dicanangkan karena altruism (kebaikan hati untuk membantu negara-negara lain), namun dibuat untuk memenuhi kepentingan politik, ekonomi dan pertahanan China sendiri. Sudah tentu ada keuntungan bagi China yang ingin didapat dari Indonesia. Selain untuk memanfaatkan kekayaan alam Indonesia yang melimpah, China pun ingin meningkatkan pasar bagi produk-produknya. Namun Indonesia sendiri bukannya tidak dapat mengambil manfaat dari regionalism China tersebut. Salah satu kepentingan Indonesia yang dapat dipenuhi adalah kebutuhan Indonesia terhadap investasi di jalur perdagangan antar pulau Indonesia sendiri, yang sering disebut sebagai konsep tol laut. Belakangan ini, pemerintah telah memutuskan bahwa prioritas pembangunan infrastruktur nasional lebih diarahkan ke daerah tertinggal terutama di Indonesia bagian timur. Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur di daerah yang lebih maju akan diarahkan melalui mekanisme B-2-B (business to business). Fakta yang harus disadari adalah selama infrastruktur kelautan Indonesia masih belum efektif dan efisien, maka potensi pariwisata Indonesia Timur yang begitu besar tetap tidak bisa dibangun secara optimal.
            Jalur Sutra Maritim China memang memberi peluang besar bagi Indonesia untuk kembali bangkit dengan meningkatkan daya saing perusahaan-perusahaan Indonesia yang selama ini terkendala biaya transportasi tinggi, serta meningkatkan pembangunan di kawasan-kawasan tertinggal, seperti wilayah timur Indonesia, yang disebabkan oleh buruknya infrastruktur, terutama transportasi laut. Kedekatan hubungan ekonomi antara China dan Indonesia harus dimanfaatkan sebagai alat untuk mengubah perilaku China. Pada bidang budaya maritim, jika rakyat Indonesia secara umum ingin mendapat porsi lebih dari manfaat perekonomian berbasis maritim di Indonesia, maka budaya dan sikap mentalnya terhadap maritim harus berubah. Pada bidang ekonomi maritim, Indonesia yang perlu diselaraskan adalah terwujudnya kerja sama bilateral dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya olahan secara optimal dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya modal dan teknologi dari China. Terkait konektivitas maritim, Indonesia memiliki tantangan yang sangat besar. Kebijakan One Belt, One Road berarti perlintasannya hanya akan melewati perairan di Selat Malaka yang telah didominasi Singapura sebagai entreport dari dan ke Asia Tenggara. Oleh sebab itu, Indonesia harus melakukan konsolidasi ke dalam dengan membangun prasarana transportasi laut yang memadai dan mampu menampung sejumlah kapal dengan berbagai ukuran, agar kelak konektivitas maritim di Indonesia dapat berintegrasi dengan rute di Jalur Sutra Maritim China. Pada bidang diplomasi maritim, Indonesia harus mampu merevitalisasi politik luar negeri bebas aktifnya agar bisa mendapat manfaat ganda di bidang ekonomi dan pertahanan. Bicara tentang keamanan maritim tidak lepas dari masalah kerawanan di laut. Dari kompleksitas permasalahan keamanan maritim di Indo-Pasifik, sinergi Poros Maritim Dunia dan Jalur Sutra Maritim sebaiknya dibangun untuk membentuk sistem keamanan maritim bersama dalam menghadapi ancaman aktor non-tradisional saja, seperti perompakan, penyelundupan, illegal fishing, bencana di laut, dan lain sebagainya. Sistem keamanan bersama ini idealnya bersifat inklusif, yang melibatkan seluruh negara yang berkepentingan dengan leading sector-nya negara yang menguasai wilayah laut yang diawasi. Menerima begitu saja proposal China tanpa menerpkan pemikiran yang strategis akan menimbulkan konsekuensi tragis bagi Indonesia. Dikhawatirkan ASEAN akan terpecah-belah, walau Indonesia dalam jangka pendek akan diuntungkan dengan pembangunan infrastuktur yang kuat. Namun untuk jangka panjang, Indonesia dikhawatirkan akan berada di bawah dominasi China, akibat banjirnya barang-barang China yang menggunakan infrastruktur tersebut, dan dijual dengan harga murah sehingga mematikan produksi dalam negeri.
Terima Kasih
Sumber Buku :




POS LINTAS BATAS NEGARA DI ENTIKONG


POS LINTAS BATAS ENTIKONG

“LIHATLAH AKU YANG SEKARANG”

Oleh : Tri Ibnu Pamungkas

1510631180152

            Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak pulau baik pulau besar maupun kecil dan mempunyai perbatasan yang panjang dengan negara-negara tetangga baik berupa daratan maupun lautan. Kawasan perbatasan memiliki peran sangat penting dan strategis, karena merupakan wilayah suatu negara yang menjadi batas kedaulatan negara dengan negara lain. Perbatasan juga merupakan wilayah yang merefleksikan halaman depan suatu negara, namun seringkali menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks. Salah satu faktor penyebab terjadinya permasalahan kawasan perbatasan adalah akibat ketertinggalan pembangunan dengan negara tetangga. Indonesia memiliki wilayah perbatasan yang sangat luas dan berbatasan dengan beberapa negara yaitu Malaysia, Papua Nugini, Singapura, Republik Demokratik Timor Leste, Filipina. Peran negara (pemerintah pusat) sangat dibutuhkan dalam pembangunan, menjaga keamanan kawasan perbatasan dan kedaulatan NKRI. Namun pemerintah pusat mengalami kendala dalam pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan.
            Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara.
Perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah
kedaulatan, pemanfaatan sumber kekayaan alam, dan menjaga keamanan serta keutuhan
wilayah. Perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh proses historis, politik, dan
hukum nasional serta internasional.[1]
            Kawasan perbatasan menjadi wilayah yang “sexy”, baik dalam konteks internal maupun
eksternal (internasional). Beberapa isu yang senantiasa menjadi wacana di wilayah perbatasan
adalah (a) potensi invasi ideologi dan budaya asing; (b) potensi kejahatan lintas negara (transnational crimes); (c) pembalakan liar (illegal logging); (d) penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing); (e) eksploitasi sumber daya alam secara ilegal; (f) perdagangan manusia (human trafficking), terutama perempuan dan anak-anak; (g) imigran gelap (illegal immigrants); (h) penyelundupan manusia (people smuggling); (i) peredaran narkotika; (j) jalan masuk para teroris serta perompak; dan (k) konflik sosial budaya. Secara umum, permasalahan kawasan perbatasan mencakup tiga aspek berikut ini.
a.       Aspek sosial ekonomi wilayah perbatasan merupakan daerah yang kurang berkembang (terbelakang). Hal itu disebabkan lokasi yang relatif terisolasi/terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang rendah; rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat; rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (banyaknya jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal); dan langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan yang diterima oleh masyarakat di daerah perbatasan (blank spots).
b.      Aspek pertahanan keamanan kawasan perbatasan merupakan teritorial yang luas dengan pola penyebaran penduduk tidak merata. Hal itu menyebabkan pengendalian oleh pemerintah sulit dilakukan. Selain itu, pengawasan dan pembinaan territorial sulit dilaksanakan dengan sinergis, mantap, dan efisien.
c.       Aspek sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan pada umumnya dipengaruhi oleh kegiatan sosial ekonomi di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi mengundang kerawanan, baik di bidang ekonomi maupun politik.[2]
Begitu banyaknya ancaman yang dapat terjadi di wilayah perbatasan, oleh karena itu pemerintah harus lebih memperhatikan karena kita tahu selama ini wilayah perbatasan sering dikatakan anak tiri karena pembangunan lebih memprioritaskan di pulau jawa saja. Dalam artikel kali ini saya ingin membahas perbatasan Entikong yang ada di Kalimantan Barat dan berbatasan langsung dengan Malaysia. Dalam pembahasan artikel kali ini saya menggunakan teori dari Jones (dalam Sutisna, 2010), ia mengungkapkan rumusan yang berkaitan dengan pengelolaan perbatasan. Jones membagi ruang lingkup pengelolaan ke dalam empat bagian, yaitu alokasi (allocation), delimitasi (delimitation), demarkasi (demarcation), dan administrasi (administration).
¡  Jika disesuaikan dengan pendapat Jones, tiga isu utama yang terdapat di kawasan perbatasan adalah
§  (1) masalah penetapan garis batas (alokasi, delimitasi, dan demarkasi), baik darat (demarkasi) maupun laut (delimitasi);
§  (2) masalah pengamanan kawasan perbatasan; dan
§  (3) masalah pengembangan kawasan perbatasan (administration), terutama dalam mewujudkan kawasan perbatasan sebagai beranda depan yang berorientasi pada aspek kesejahteraan (prosperity) dan keamanan (security).[3]
Mungkin kita yang hidup di kota besar sering mendengar bahwa di media sering memberitakan mengenai pembangunan diwilayah perbatasan Indonesia kalah dengan negara tetangga kita Malaysia. Melihat berita itu saya merasa sedih karena saudara-saudara kita yang disana juga berhak memperoleh pembangunan yang sama seperti kita. Berkaitan dengan teori diatas mengenai masalah penetapan garis batas, ini sering terjadi pergeseran patok yang dilakukan oleh negara Malaysia yang itu sungguh merugikan bagi negara Indonesia. TNI juga sering berpatroli demi menjaga agar patok dibergeser kembali. Masalah pengamanan kawasan perbatasan, yaitu dengan adanya pos lintas batas. Namun kondisinya di perbatasan Entikong seperti ini :
                                                                  (Indonesia)

                                                                    (Malaysia)
          
             Lihatlah perbedaan pos lintas batas di kedua negara tersebut. Terlihat bahwa pos lintas batas yang berada di Indonesia jauh tertinggal dengan yang ada di negara Malaysia. Malaysia begitu memperhatikan wilayah perbatasannya. Padahal kita tahu yang namanya pos lintas batas negara begitu penting karena merupakan gerbang depan suatu negara.
            Sejak dari awal, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sudah mencanangkan Nawacita, yakni sembilan agenda prioritas untuk Indonesia. Nawacita harus digarap pemerintah periode 2014 sampai 2019 nanti. Ada prioritas untuk wilayah terdepan dalam Nawacita. Poin pertama Nawacita adalah menghadirkan kembali negara di tengah warga negara. Keamanan batas negara berikut kedaulatan wilayah serta perlindungan terhadap sumber daya alam menjadi prioritas pemerintahan Jokowi-JK. Pembangunan perbatasan termuat dalam poin ketiga dari Nawacita. Di situ, Jokowi-JK menebalkan frase 'membangun Indonesia dari pinggiran'. Pembangunan tak lagi terpusat (sentralisasi) di perkotaan, melainkan harus dilakukan menyebar di seluruh pelosok (desentralisasi). Implementasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo yaitu dengan memperbaiki pos lintas batas yang ada. Jokowi benar-benar memprioritaskan pembangunan di wilayah perbatasan. Berikut adalah pos lintas batas Entikong


setelah renovasi :
                                                    (Pos Lintas Batas Entikong Sekarang)

            Lihat begitu megahnya pos lintas batas Entikong yang baru, sekarang kita tidak kalah saing dengan pos lintas batas yang ada di Malaysia. Dengan direnovasinya pos tersebut diharapakan bisa meningkatkan ekonomi sekitar warga Entikong dan menjadi sumber keuangan baru bagi masyarakat setempat.
Opini Penulis :
            Melihat pos lintas batas Entikong sungguh memprihatinkan. Namun ketika pemerintah Presiden Joko Widodo, pos tersebut direnovasi agar tidak kalah dengan pos lintas batas negara Malaysia. Apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo saya acungkan jempol karena sekarang pembangunan tidak lagi berpusat di pulau jawa saja namun sudah melakukan pembangunan di luar pulau jawa. Dengan begitu saya harapkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia bisa merata ke seluruh warga Indonesia. Dengan adanya renovasi di pos lintas batas Entikong diharapkan keamanan Indonesia bisa terus dijaga tidak ada lagi kasus penyelundupan yang sering terjadi di kawasan perbatasan. Dan diharapkan kesejahteraan warga sekitar Entikong juga bisa meningkat dengan sudahnya di renovasi pos lintas batas Entikong. Saya sangat senang melihat pembangunan di kawasan perbatasan benar dilaksanakan oleh Presiden Joko Widodo. Dulu kau begitu dilupakan kau seperti anak tiri di negeri sendiri namun sekarang kondisi mulai berubah kau akan diperhatikan oleh pemerintah, pembangunan sarana dan prasarana juga sudah diperbaiki karena semua tahu kau adalah gerbang depan suatu negara yang harus dijaga, terima kasih Pak Jokowi.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    




[1] Moeldoko, 2014. “Kompleksitas Pengelolaan Perbatasan: Tinjauan dari Perspektif Kebijakan Pengelolaan Perbatasan Indonesia” dalam Makalah Seminar “Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Ketahanan Nasional”. Universitas Tanjungpura Pontianak
[2] Djaka Marwasta, Indonesian Journal of Community Engagement Vol. 01, No. 02, Maret 2016

[3] Djaka Marwasta, Indonesian Journal of Community Engagement Vol. 01, No. 02, Maret 2016

SENGKETA BLOK AMBALAT ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA


SENGKETA BLOK AMBALAT ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA

“SURGA YANG DIPEREBUTKAN”

Oleh : Tri Ibnu Pamungkas

1510631180152


Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki batas wilayah laut berdasarkan pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang selanjutnya diratifikasi oleh pemerintah menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun 1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 pulau dengan luas 2/3 wilayahnya merupakan lautan. Dari pulau-pulau tersebut terdapat beberapa pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Pada umumnya keberadaan kepulauan merupakan potensi Sumber Daya Alam bagi Negara.
Dari berbagai potensi sumber daya alam tersebut adalah Blok Ambalat. Ambalat terletak di laut Sulawesi atau Selat Makasar milik dengan luas 15.235 kilometer persegi, diperkirakan mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun ke depan.[1] Wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia, hal ini berdasarkan bukti penandatanganan Perjanjian Tapal Batas Kontinen Indonesia-Malaysia pada tanggal 27 Oktober 1969, yang ditandatangani di Kuala Lumpur yang kemudian diratifikasi pada tanggal 7 November 1969.[2] Hal inilah yang menjadi dasar hukum bahwa Blok Ambalat berada di bawah kepemilikan Indonesia. Blok ini telah lama diperebutkan oleh Indonesia maupun Malaysia yang saling mengklaim bahwa pada dasarnya Blok Kepulauan Ambalat merupakan/berada di dalam naungan teritori masing-masing negara tersebut. Sengketa antara Indonesia dan Malaysia pertama kali muncul pada tahun 1979 saat Malaysia menerbitkan sebuah peta teritori dengan memasukkan Blok Ambalat di bawah teritori kedaulatan Malaysia itu sendiri. Melihat hal ini, Indonesia sebagai negara yang merasa memiliki hak sepenuhnya atas Blok Ambalat pun kemudian mengangkat sengketa ini, dan menjadi sengketa berkepanjangan hingga sekarang.
Berdasarkan undang-undang Essensial Powers Ordonance yang di sahkan pada bulan Agustus 1969, Malaysia menetapkan luas territorial laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis dasar dengan menarik garis pangkal lurus menurut ketentuan Konvensi Hukum Laut 1958 mengenai Laut Teritorial dan Contiguous Zone. Berdasarkan undang-undang tersebut selanjutnya Malaysia mendeklarasikan secara sepihak Peta Malaysia 1979 pada tanggal 21 Desember 1979. Selanjutnya Pada bulan Desember 1979 Malaysia mengeluarkan Peta Baru dengan batas terluar klaim maritim yang sangat eksesif di Laut Sulawesi. Peta tersebut secara jelas memasukkan kawasan dasar laut sebagai bagian dari Malaysia yang kemudian disebut Blok Ambalat oleh Indonesia. Hanya Malaysia sendiri yang mengetahui garis pangkal dan titik pangkal untuk menentukan batas wilayahnya. Dalam pergaulan internasional suatu negara harus memberitahukan titik-titik pangkal dan garis pangkal laut teritorialnya agar negara lain dapat mengetahuinya.[3] Tindakan Malaysia tersebut pada dasarnya sangatlah bertentangan dengan perjanjian yang sebelumnya telah dilakukan serta diratifikasi pada tahun yang sama oleh Malaysia dengan Indonesia, di mana dalam Perjanjian Tapal Batas Kontinen Indonesia-Malaysia pulau-pulau terluar atau yang berada di perbatasan masih dalam pembicaraan lebih jauh. Pada saat itu, selain Blok Ambalat, sebenarnya Malaysia juga telah memasukkan beberapa pulau di daerah perbatasan ke dalam teritorinya tanpa bernegosiasi dengan negara-negara tetangganya, sehingga peta teritori yang diterbitkan Malaysia pun mengundang kontroversi serta kecaman dari negara-negara lainnya, meliputi Singapura, Filipina, Cina, Vietnam, Thailand, dan Inggris, yang merepresentasikan Brunei Darussalam.
Ditinjau dari hukum laut internasional, Malaysia bukanlah negara Kepulauan oleh karena itu tidak dibenarkan menarik garis pangkal demikian sebagai penentuan batas laut wilayah dan landas kontinennya. Malaysia hanyalah negara pantai biasa yang hanya dibenarkan menarik garis pangkal normal (biasa) dan garis pangkal lurus apabila memenuhi persyaratan-persyaratan, yaitu terdapat deretan pulau atau karang di hadapan daratan pantainya dan harus mempunyai ikatan kedekatan dengan wilayah daratan Sabah untuk tunduk pada rezim hukum perairan pedalaman sesuai dengan pasal 5 KHL 1958 tentang Laut Teritorial dan Contiguous Zone dan sesuai dengan pasal 7 KHL 1982.[4] Berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Seas (UNCLOS) pada tahun 1982, Blok Ambalat secara resmi masuk ke dalam wilayah teritori dan kedaulatan Indonesia. Di mana pada Pasal 4, UNCLOS mengakui wilayah teritori yang mencakup 200 mil dari garis batas, di mana Blok Ambalat sepenuhnya masuk ke dalam wilayah Indonesia.[5] Hal ini juga pada dasarnya diakui secara internasional dengan proposal Indonesia mengenai Wawasan Nusantara itu sendiri. Atas dasar inilah, pemerintah Indonesia merasa bahwa pada dasarnya Blok Ambalat adalah wilayah Indonesia, dan hal ini telah diakui secara de jure.
Seiring perjalanan, wacana yang kemudian berkembang adalah bagaimana pada dasarnya kedaulatan teritori bukanlah inti permasalahan dari sengketa panas yang tengah dialami oleh Indonesia dengan Malaysia, melainkan tidak lain didorong oleh faktor ekonomis yang sangat menggiurkan itu sendiri. Blok Ambalat pada dasarnya diperkirakan memiliki cadangan minyak yang luar biasa banyaknya, di mana prediksi menyatakan bahwa Blok Ambalat dapat bertahan selama 30 tahun eksplorasi, meliputi 764 juta barel minyak dan dan 1,4 triliun feet3 gas bumi.[6] Bahwa pada dasarnya perebutan wilayah yang dilakukan oleh kedua negara tidak hanya terbatas pada perebutan wilayah, melainkan juga perebutan faktor ekonomis atau sumber daya alam yang terkandung di dalamnya tersebut.
Permasalahan di antara Indonesia dengan Malaysia kemudian mengeruh setelah kedatangan Royal Dutch Shell, sebuah perusahaan minyak dari negara Inggris-Belanda, di Malaysia, yang kemudian menamakan Blok Ambalat dengan inisial ND6 dan ND7. Melalui perusahaan minyak nasionalnya Petronas, Malaysia memberikan konsesi eksplorasi sumber daya minyak terhadap Shell pada tanggal 16 Februari 2005. Padahal di sisi lain, Indonesia yang memiliki hak atas Blok Ambalat ini, telah memberikan hak atau konsesi eksplorasi terhadap ENI, perusahaan Italia atas Blok Ambalat, pada tahun 1999. Sedangkan untuk daerah Ambalat Timur, Indonesia telah memberikan hak serupa kepada perusahaan minyak Amerika Serikat yakni UNOCAL pada tahun 2004.[7] Mengetahui hal ini, pemerintah Indonesia pun merespon tindakan ini sebagai sebuah pelanggaran kedaualatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu sendiri. Pemerintah Indonesia pun kemudian melancarkan protes terhadap pemerintah Malaysia atas tindakan pengklaiman secara sepihak atas Blok Ambalat.
Blok Ambalat secara strategis sangat penting karena potensi Sumber daya alam di dalamnya. Meskipun nilai blok itu strategis, namun dimensi nasionalisme dalam isu ini di Indonesia lebih menonjol. Berdasarkan Asumsi dasar dalam teori Realisme yaitu (1) pandangan pesimis atas sifat manusia (state actor); (2) keyakinan bahwa hubungan internasional pada dasarnya konfliktual dan bahwa konflik internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang (zero sum gains dan hubungan internasional yang anarki); (3) menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara (national interest and survive); (4) Skeptisme dasar akan kemajuan dalam politik internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan politik domestik.
Kasus Ambalat hubungannya dengan ekonomi dan geo-politik Internasional. Perekonomian internasional lebih merupakan arena konflik antara kepentingan nasioanal yang bertentangan dari pada sebagai wilayah kerjasama yang saling menguntungkan. Persaingan ekonomi antar negara adalah permainan Zero-sum dimana keuntungan suatu negara merupakan kerugian bagi negara lain. Negara-negara harus khawatir mengenai keuntungan ekonomi relatif sebab kekayaan material yang di kumpulkan oleh suatu negara dapat menjadi basis bagi kekuatan politik –militer yang dapat di gunakan untuk melawan negara lain
Berdasarkan pandangan realisme tersebut membuat Isu ini menarik perhatian masyarakat Indonesia dan memicu gelombang anti Malaysia di semua tingkatan masyarakat dari rakyat kecil hingga elit politik. Dalam isu ini, masyarakat Indonesia secara kompak menyuarakan penentangannya atas klaim Malaysia, sehingga mengingatkan kembali slogan propaganda pada era Sukarno, ‘Ganyang Malaysia’.
Sedangkan Dalam perspektif geo-politik Malaysia, Kasus Ambalat merupakansatu persoalan strategis terkait sumberdaya alam. Didasarkan pada asumsi tersebut maka permasalahan Blok Ambalat tidaklah sekedar dilihat dari perspektif konflik batas laut (tumpang tindih yurisdiksi). Konflik hanya merupakan tujuan antara untuk memperoleh tujuan final berupa akses penguasaan terhadap SDA di Ambalat demi menopang kepentingan nasionalnya
Berdasarkan asusmsi kedua negara, dapat di simpulkan bahwa menurut pandangan realisme menilai bahwa hubungan bilateral sebuah negara hanya akan menimbulkan konflik antar kedua negara. Selain itu, masing – masing negara juga hanya melihat kasus tersebut berdasarkan kepentingan dari negaranya masing – masing.
Cara-cara yang bisa dilakukan menyelesaikan konflik ambalat antara Indonesia dengan Malaysia bisa melakukan negoisasi, pencarian fakta, jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan pengadilan internasional.
Opini :
            Melihat ambalat yang begitu diperebutkan oleh kedua negara yaitu Indonesia dan Malaysia, sepertinya setiap negara mempunyai kepentingan nya masing-masing karena kita ketahui begitu melimpahnya sumber kekayaan alam disana. Belum ditentukannya perbatasan tapal batas kontinental Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi menyebabkan banyak sengketa teritorial utama antara Indonesia dan Malaysia terjadi di sana, termasuk klaim kedua negara atas Blok Ambalat yang kaya sumber daya mineral.Indonesia dan Malaysia telah melakukan berbagai usaha mendefinisikan perbatasan maritim Indonesia-Malaysia sejak 1967, namun berkali-kali Malaysia membuat peta perairan teritorialnya yang memasukan berbagai wilayah yang juga diklaim Indonesia.
Konflik Blok Ambalat di antara Indonesia dan Malaysia mulai tereskalasi ketika sebuah MNC bernama Royal Dutch Shell yang mana merupakan sebuah joint-company antara Inggris dan Belanda yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi menandatangani kontrak eksplorasi minyak di wilayah kepulauan Blok Ambalat yang masih berstatus sengketa. Penandatanganan kontrak tersebut merupakan sebuah pernyataan tidak langsung bahwa Shell sebagai salah satu aktor internasional mengakui kedaulatan Malaysia atas Blok Ambalat. Dengan kata lain, Shell pada konflik ini dapat dikatakan sebagai pihak ketiga yang memperparah tingkat eskalasi konflik yang terdapat di Ambalat.




[1]Kompas.com, RI Peringatkan Malaysia Soal Blok Ambalat, http://nasional.kompas.com/read/2008/ 10/21/22413798/ , diakses 12 Mei 2017 pukul 16:00 WIB.
[2]Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global), Alumni, Bandung, 2008, hlm. 357.
[3] Aziz Ikhsan Bakhtiar, PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DIWILAYAH AMBALAT MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL
[4] Pasal 5 Konvensi Hukum Laut (KHL) Tahun 1958 dan Pasal 7 Konvensi Hukum Laut (KHL)
Tahun 1982.
[5] Yanto Musthofa dan Yophiandi, “Babak Baru Sengketa Negara Serumpun”, diakses dari http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2005/03/08/nrs,20050308-02,id.html, pada tanggal 12 Mei 2017, pukul 17:21
[6] Andi Abdussalam, “News Focus: Malaysia Claims Ambalat for its Oil Reserves”, diakses dari http://www.antara.co.id/en/view/?i=1244416643&c=FEA&s=, pada tanggal 12 Mei 2017, pukul 17:22
[7] Yanto Musthofa dan Yophiandi, op.cit.