POS
LINTAS BATAS ENTIKONG
“LIHATLAH
AKU YANG SEKARANG”
Oleh
: Tri Ibnu Pamungkas
1510631180152
Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak
pulau baik pulau besar maupun kecil dan mempunyai perbatasan yang panjang dengan
negara-negara tetangga baik berupa daratan maupun lautan. Kawasan perbatasan
memiliki peran sangat penting dan strategis, karena merupakan wilayah suatu
negara yang menjadi batas kedaulatan negara dengan negara lain. Perbatasan juga
merupakan wilayah yang merefleksikan halaman depan suatu negara, namun
seringkali menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks. Salah satu faktor
penyebab terjadinya permasalahan kawasan perbatasan adalah akibat
ketertinggalan pembangunan dengan negara tetangga. Indonesia memiliki wilayah
perbatasan yang sangat luas dan berbatasan dengan beberapa negara yaitu
Malaysia, Papua Nugini, Singapura, Republik Demokratik Timor Leste, Filipina.
Peran negara (pemerintah pusat) sangat dibutuhkan dalam pembangunan, menjaga
keamanan kawasan perbatasan dan kedaulatan NKRI. Namun pemerintah pusat
mengalami kendala dalam pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan.
Perbatasan negara merupakan
manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara.
Perbatasan
suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah
kedaulatan,
pemanfaatan sumber kekayaan alam, dan menjaga keamanan serta keutuhan
wilayah.
Perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh proses historis, politik,
dan
hukum nasional serta
internasional.[1]
Kawasan
perbatasan menjadi wilayah yang “sexy”, baik dalam konteks internal
maupun
eksternal (internasional).
Beberapa isu yang senantiasa menjadi wacana di wilayah perbatasan
adalah (a) potensi invasi
ideologi dan budaya asing; (b) potensi kejahatan lintas negara (transnational
crimes); (c) pembalakan liar (illegal logging); (d) penangkapan ikan
secara ilegal (illegal fishing); (e) eksploitasi sumber daya alam secara
ilegal; (f) perdagangan manusia (human trafficking), terutama perempuan
dan anak-anak; (g) imigran gelap (illegal immigrants); (h) penyelundupan
manusia (people smuggling); (i) peredaran narkotika; (j) jalan masuk
para teroris serta perompak; dan (k) konflik sosial budaya. Secara umum,
permasalahan kawasan perbatasan mencakup tiga aspek berikut ini.
a. Aspek sosial ekonomi wilayah
perbatasan merupakan daerah yang kurang berkembang (terbelakang). Hal itu
disebabkan lokasi yang relatif terisolasi/terpencil dengan tingkat
aksesibilitas yang rendah; rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan
masyarakat; rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah
perbatasan (banyaknya jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal); dan
langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan yang diterima oleh
masyarakat di daerah perbatasan (blank spots).
b. Aspek pertahanan keamanan kawasan
perbatasan merupakan teritorial yang luas dengan pola penyebaran penduduk tidak
merata. Hal itu menyebabkan pengendalian oleh pemerintah sulit dilakukan.
Selain itu, pengawasan dan pembinaan territorial sulit dilaksanakan dengan
sinergis, mantap, dan efisien.
c. Aspek sosial ekonomi masyarakat
di kawasan perbatasan pada umumnya dipengaruhi oleh kegiatan sosial ekonomi di
negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi mengundang kerawanan, baik di
bidang ekonomi maupun politik.[2]
Begitu
banyaknya ancaman yang dapat terjadi di wilayah perbatasan, oleh karena itu
pemerintah harus lebih memperhatikan karena kita tahu selama ini wilayah
perbatasan sering dikatakan anak tiri karena pembangunan lebih memprioritaskan
di pulau jawa saja. Dalam artikel kali ini saya ingin membahas perbatasan
Entikong yang ada di Kalimantan Barat dan berbatasan langsung dengan Malaysia. Dalam
pembahasan artikel kali ini saya menggunakan teori dari Jones (dalam Sutisna,
2010), ia mengungkapkan rumusan yang berkaitan dengan pengelolaan perbatasan.
Jones membagi ruang lingkup pengelolaan ke dalam empat bagian, yaitu alokasi (allocation),
delimitasi (delimitation), demarkasi (demarcation), dan administrasi (administration).
¡ Jika disesuaikan dengan pendapat
Jones, tiga isu utama yang terdapat di kawasan perbatasan adalah
§ (1)
masalah penetapan garis batas (alokasi, delimitasi, dan demarkasi), baik darat (demarkasi) maupun laut (delimitasi);
§ (2)
masalah pengamanan kawasan perbatasan; dan
§ (3)
masalah pengembangan kawasan perbatasan (administration), terutama dalam
mewujudkan kawasan perbatasan sebagai beranda depan yang berorientasi pada aspek kesejahteraan (prosperity) dan
keamanan (security).[3]
Mungkin kita yang hidup di kota besar sering
mendengar bahwa di media sering memberitakan mengenai pembangunan diwilayah
perbatasan Indonesia kalah dengan negara tetangga kita Malaysia. Melihat berita
itu saya merasa sedih karena saudara-saudara kita yang disana juga berhak
memperoleh pembangunan yang sama seperti kita. Berkaitan dengan teori diatas
mengenai masalah penetapan garis batas, ini sering terjadi pergeseran patok
yang dilakukan oleh negara Malaysia yang itu sungguh merugikan bagi negara
Indonesia. TNI juga sering berpatroli demi menjaga agar patok dibergeser
kembali. Masalah pengamanan kawasan perbatasan, yaitu dengan adanya pos lintas
batas. Namun kondisinya di perbatasan Entikong seperti ini :
Lihatlah perbedaan pos lintas batas di kedua negara tersebut. Terlihat bahwa pos lintas batas yang berada di Indonesia jauh tertinggal dengan yang ada di negara Malaysia. Malaysia begitu memperhatikan wilayah perbatasannya. Padahal kita tahu yang namanya pos lintas batas negara begitu penting karena merupakan gerbang depan suatu negara.
Sejak dari awal, Presiden Jokowi dan
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sudah mencanangkan Nawacita, yakni sembilan agenda prioritas untuk Indonesia.
Nawacita harus digarap pemerintah periode 2014 sampai 2019 nanti. Ada prioritas
untuk wilayah terdepan dalam Nawacita. Poin pertama Nawacita adalah
menghadirkan kembali negara di tengah warga negara. Keamanan batas negara
berikut kedaulatan wilayah serta perlindungan terhadap sumber daya alam menjadi
prioritas pemerintahan Jokowi-JK. Pembangunan
perbatasan termuat dalam poin ketiga dari Nawacita. Di situ, Jokowi-JK
menebalkan frase 'membangun Indonesia dari pinggiran'. Pembangunan tak lagi
terpusat (sentralisasi) di perkotaan, melainkan harus dilakukan menyebar di
seluruh pelosok (desentralisasi). Implementasi yang dilakukan Presiden
Joko Widodo yaitu dengan memperbaiki pos lintas batas yang ada. Jokowi
benar-benar memprioritaskan pembangunan di wilayah perbatasan. Berikut adalah pos
lintas batas Entikong
setelah renovasi :
(Pos
Lintas Batas Entikong Sekarang)
Lihat begitu megahnya pos lintas
batas Entikong yang baru, sekarang kita tidak kalah saing dengan pos lintas
batas yang ada di Malaysia. Dengan direnovasinya pos tersebut diharapakan bisa
meningkatkan ekonomi sekitar warga Entikong dan menjadi sumber keuangan baru
bagi masyarakat setempat.
Opini
Penulis :
Melihat pos lintas batas Entikong
sungguh memprihatinkan. Namun ketika pemerintah Presiden Joko Widodo, pos tersebut
direnovasi agar tidak kalah dengan pos lintas batas negara Malaysia. Apa yang
dilakukan Presiden Joko Widodo saya acungkan jempol karena sekarang pembangunan
tidak lagi berpusat di pulau jawa saja namun sudah melakukan pembangunan di
luar pulau jawa. Dengan begitu saya harapkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia
bisa merata ke seluruh warga Indonesia. Dengan adanya renovasi di pos lintas
batas Entikong diharapkan keamanan Indonesia bisa terus dijaga tidak ada lagi
kasus penyelundupan yang sering terjadi di kawasan perbatasan. Dan diharapkan
kesejahteraan warga sekitar Entikong juga bisa meningkat dengan sudahnya di
renovasi pos lintas batas Entikong. Saya sangat senang melihat pembangunan di
kawasan perbatasan benar dilaksanakan oleh Presiden Joko Widodo. Dulu kau
begitu dilupakan kau seperti anak tiri di negeri sendiri namun sekarang kondisi
mulai berubah kau akan diperhatikan oleh pemerintah, pembangunan sarana dan
prasarana juga sudah diperbaiki karena semua tahu kau adalah gerbang depan
suatu negara yang harus dijaga, terima kasih Pak Jokowi.
[1]
Moeldoko,
2014. “Kompleksitas Pengelolaan Perbatasan: Tinjauan dari Perspektif Kebijakan
Pengelolaan Perbatasan Indonesia” dalam Makalah Seminar “Pengelolaan Sumber Daya
Alam dalam Perspektif Ketahanan Nasional”. Universitas Tanjungpura Pontianak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar